Welcome

I am pleased to invite you to my blog...
Here we go, just scroll your mouse down and you'll find something interesting..
Enjoy reading.. ^^

Home

Rabu, 22 Juni 2011

Kemampuan Uji Klinik Obat di Indonesia Masih Diragukan


E-mail
Industri farmasi meragukan kemampuan sumber daya yang ada di Indonesia dalam melakukan uji klinik obat. Ketidakpercayaan industri farmasi tersebut antara lain terlihat pada masih sedikitnya jumlah pengajuan persetujuan uji klinik yang diajukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) selama periode 2000 hingga 2006. Demikian dikemukakan Prof Dra Arini Setiawati PhD dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) di Jakarta.

Uji klinik obat merupakan penelitian yang dilakukan pada manusia untuk memastikan kemanjuran dan keamanan suatu obat dalam mencegah atau mengobati suatu penyakit. Jumlah total pengajuan persetujuan uji klinik di Indonesia dalam satu tahun tidak ada yang lebih dari 41 uji klinik. Jauh lebih sedikit dibandingkan pengajuan persetujuan uji klinik di negara-negara Asia lain seperti Malaysia dan Singapura. Jumlah uji klinik yang setiap tahun diajukan ke Badan POM Malaysia untuk obat yang belum terdaftar di negara itu saja paling sedikit 36 (tahun 2000-red) dan tahun 2005 mencapai 70 uji klinik.
Sementara itu, di Singapura, rata-rata jumlah uji klinik yang diajukan ke Badan POM setiap tahunnya lebih dari 100 uji klinik dan di Taiwan rata-rata lebih dari 200 uji klinik yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan di Cina, pada awal Februari 2006 saja sudah ada lebih dari 250 uji klinik yang dilaksanakan, semuanya disponsori oleh industri farmasi internasional.

"Jika Asia demikian menarik untuk melaksanakan uji klinik lantas mengapa Indonesia sangat tertinggal dalam jumlah uji klinik. Padahal jumlah penduduk dan pasien di Indonesia merupakan potensi pasar obat yang besar,” tuturnya dalam naskah pidatonya berjudul "Desain dan Cara Uji Klinik yang Baik: untuk menyongsong masa depan yang lebih baik bagi uji klinik Indonesia".

Permasalahnya selama ini pihak sponsor masih menghadapi cukup banyak kesulitan untuk melakukan uji klinik berbasis Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP) di Indonesia. Survei yang dilakukan Badan POM pada 10 sponsor menunjukkan bahwa pihak sponsor mengalami kesulitan untuk mencari peneliti yang kompeten, mengerti GCP dan punya cukup waktu. Tiga dari 10 sponsor, menurut survei tersebut, juga menghadapi masalah dalam pembuatan protokol uji klinik seperti desain, besar sampel dan obat pembanding sedangkan dua dari 10 sponsor mengaku bermasalah dalam pembuatan informed consent yang cocok dalam bahasa awam.

Berdasarkan hal itu, untuk memacu perkembangan pelaksanaan uji klinik obat yang lebih baik di Indonesia perlu dilakukan peningkatan kompetensi para dokter peneliti dalam metodologi uji klinik dan GCP. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kesehatan dan Badan POM, juga harus membuat peraturan untuk memastikan bahwa uji klinik hanya boleh dilakukan oleh klinisi yang sudah bersertifikat GCP saja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar